Rabu, 26 Oktober 2011

questions for solat berjamaah makmum masbuk


kalo makmum apa harus baca fatihah?
sedangkan imam pun membacanya?
trms
jawaban admin :
Artinya muwaffak: yaitu makmum yang memulai didalam pendirian shalatnya bersama-sama imam, dimana waktu yang yang didapat ma’mum cukup muat untuk membaca Al-Fatihah seluruhnya.
Artinya Masbuk: yaitu ma’mum yang tidak mendapatkan waktu yang cukup membaca Al-Fatihah seluruhnya kecuali hanya takbiratul ihram atau mendapatkan imamnya lagi ruku’.
Ketentuan-ketentuan Masbuk:
1. Jika Masbuk mendapatkan imamnya lagi berdiri, maka sesudahnya ma’mum takbiratul ihram harus segera ia membaca Al-Fatihah dengan tidak perlu membaca اَعُوْذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ atau do’a istiftah lagi, karena apabila imam ruku’ sedangkan ma’mum belum menyelesaikan Al-Fatihah, maka ia boleh langsung mengikuti imamnya untuk ruku. Dan ma’mum mendapatkan raka’at itu.
2. Apabila Masbuk mendapatkan imam lagi ruku’, maka sehabis ma’mum takbiratul ihram ia langsung ruku’ mengikuti imam dengan sunnah membaca takbir intiqal (اَللهُ اَكْبَرُ), maka jika ma’mum mendapatkan thuma’ninah (diam sekedar سُبْحَانَ اللهِ) bersama-sama imam di dalam ruku’ itu, maka dapatlah ma’mum akan raka’at itu.
Akan tetapi bilamana ma’mum tidak mendapatkan thuma’ninah itu bersama-sama imam (misalnya ma’mum ruku’ bersamaan imamnya I’tidal) maka ma’mum tidak mendapatkan raka’at itu.
3. Adapun jikalau Masbuk mendapatkan imam lagi sujud atau lagi duduk antara dua sujud atau lagi tasyahhud, maka sehabis ma’mum takbiratul ihram, dia langsung mengikuti imam dimana adanya dengan tidak membaca takbir intiqal lagi. Dan ma’mum dalam hal ini tidak mendapatkan raka’at itu.
(KItab irsyadul anam pasal 35)

sholat berjamaah makmum masbuk


Shalat Berjama’ah
Shalat Berjama’ah (bersama-sama imam) bagi laki-laki itu lebih afdhal daripada munfarid (shalat sendiri).
Sedangkan bagi perempuan afdhalnya adalah shalat di rumahnya sekalipun munfarid (shalat sendiri), dan jikalau dapat dirumahnya itu berjama’ah dengan sama-sama perempuan atau mahramnya (yang tidak menjadikan ia haram) maka itu lebih afhal lagi.
Syarat-syarat Shalat Berjama’ah 10 (sepuluh) perkara:
  1. Bahwa janganlah ma’mum meng-I’tiqadkan (berkeyakinan) bahwa Shalat imamnya itu batal, atau imamnya itu sedang shalat qadha’
  2. Janganlah ma’mum mengikuti ma’mum.
  3. Janganlah seorang imam itu tidak pandai mengucapkan huruf bacaan Al-Fatihah, atau imam menggantikan sesuatu huruf dengan huruf yang lain, misalnya: alhamdulillah diganti dengan khabasara, melainkan jika ma’mumnya saja yang melakukan kesalahan seperti itu.
  4. Janganlah ma’mum labih maju berdirinya atau duduknya daripada imam.
  5. Janganlah ma’mum laki-laki mengikuti imam perempuan atau banci, akan tetapi perempuan atau banci sah mengikuti imam laki-laki.
  6. Berniat (didalam hati) oleh ma’mum akan ma’muman (mengikuti imam) sewaktu di Takbirathul Ihram.
  7. Bahwa ma’mum mengetahui akan imamnya ketika ruku’, sujud, duduk dan lainnya, dengan melihat padanya atau mendengar suara imamnya takbir intiqal (mengucapkan اَللهُ اَكْبَرُ) atau dengan takbir Muballigh (maksudnya suara bilal atau yang mengeraskan suara imam), atau melihat pada sebahagian ma’mum akan ruku’ sujudnya.
  8. Jangan ada palang (penghalang) yang mencegah orang untuk berjalan antara tempat imam dan tempat ma’mum. Misalnya antara imam dan ma’mum dihalangi oleh bambu yang melintang, pintu tertutup, atau bale-bale yang tinggi, yang karena tingginya itu mencegah akan orang yang berjalan sebagaimana biasa orang yang berjalan, melainkan ia harus dengan sangat menunduk atau melompat.
  9. Ma’mum wajib mengikuti gerakan imamnya, maka afdhalnya adalah jika imam telah sampai di batas ruku’ maka barulah ma’mum ruku’, dan jika imam telah sampai di batas berdiri maka barulah ma’mum bangkit daripada ruku’, dan jika imam telah sampai di batas sujud maka barulah ma’mum turun sujud, demikian pula pada rukun-rukun yang lain.
    1. Makruh hukumnya bagi ma’mum membarengi gerakan imam dalam shalat, dan haram hukumnya mendahulukan imam pada satu rukun fi’li, dan batal shalatnya ma’mum jika mendahulukan imam dengan dua rukun fi’li.
    2. Makruh hukumnya bagi ma’mum bila tertinggal gerakan imam dengan tiada uzur hingga imam mendapat satu rukun fi’li, dan batal shalatnya ma’mum jika tertinggal gerakan imam dengan dua rukun fi’li jika ketiadaan uzur.
    3. Adapun jika ada uzur seumpama ma’mum lambat membaca Al-Fatihah dan Imamnya terlalu cepat membacanya, atau ma’mum terlupa membaca Al-Fatihah maka setelah imamnya ruku’ barulah ma’mum ingat, atau ma’mum yang muwaffak membaca do’a istiftah dan imamnya ruku’ sebelum ma’mum membaca Al-Fatihah, maka dengan salah satu uzur dalam kondisi yang tersebut ini boleh ma’mum ketinggalan daripada imamnya karena menghabiskan bacaan Al-Fatihah hingga imamnya bangkit daripada sujud yang kedua.
10. Jangan berlawanan gerakan ma’mum dengan gerakan imamnya dengan perbedaan yang sangat berbeda (mencolok) dilihatnya, yaitu seumpama imam sujud tilawah atau sujud sahwi maka tidak diikuti oleh ma’mum akan sujud tilawah atau sujud sahwi itu. Perbedaan gerakan oleh sebab yang demikian itu akan menjadi batal shalat ma’mum jika ia tidak berniat mufarraqah (berpisah dari imam).
Artinya muwaffak: yaitu makmum yang memulai didalam pendirian shalatnya bersama-sama imam, dimana waktu yang yang didapat ma’mum cukup muat untuk membaca Al-Fatihah seluruhnya.
Artinya Masbuk: yaitu ma’mum yang tidak mendapatkan waktu yang cukup membaca Al-Fatihah seluruhnya kecuali hanya takbiratul ihram atau mendapatkan imamnya lagi ruku’.
Ketentuan-ketentuan Masbuk:
  1. Jika Masbuk mendapatkan imamnya lagi berdiri, maka sesudahnya ma’mum takbiratul ihram harus segera ia membaca Al-Fatihah dengan tidak perlu membaca اَعُوْذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ atau do’a istiftah lagi, karena apabila imam ruku’ sedangkan ma’mum belum menyelesaikan Al-Fatihah, maka ia boleh langsung mengikuti imamnya untuk ruku. Dan ma’mum mendapatkan raka’at itu.
  2. Apabila Masbuk mendapatkan imam lagi ruku’, maka sehabis ma’mum takbiratul ihram ia langsung ruku’ mengikuti imam dengan sunnah membaca takbir intiqal (اَللهُ اَكْبَرُ), maka jika ma’mum mendapatkan thuma’ninah (diam sekedar سُبْحَانَ اللهِ) bersama-sama imam di dalam ruku’ itu, maka dapatlah ma’mum akan raka’at itu.
Akan tetapi bilamana ma’mum tidak mendapatkan thuma’ninah itu bersama-sama imam (misalnya ma’mum ruku’ bersamaan imamnya I’tidal) maka ma’mum tidak mendapatkan raka’at itu.
  1. Adapun jikalau Masbuk mendapatkan imam lagi sujud atau lagi duduk antara dua sujud atau lagi tasyahhud, maka sehabis ma’mum takbiratul ihram, dia langsung mengikuti imam dimana adanya dengan tidak membaca takbir intiqal lagi. Dan ma’mum dalam hal ini tidak mendapatkan raka’at itu.

Kamis, 20 Oktober 2011

khutbah jumat

Tata Cara Khutbah Jum'at
  1. Membaca basmalah : bismillaahir rahmaanir rahiimi
  2. Mengucapkan salam : assalaamu 'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu
  3. Adzan
  4. Membaca hamdalah :
    innalhamdalillaah, nahmaduhuu
    wa nasta'iinuhuu wa nastaghfiruhu
    wa na'uudzubillaahi min syuruuri 'anfusinaa
    wa min syayyi-aati a'maalinaa
    man yahdillaahu falaa mudhillalahu
    wa man yudhlilhu falaa haadiyalahu
  5. Membaca syahadat :
    asyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalaahu
    wa asyhadu annaa muhammadan 'abduhuu wa rasuuluhuu
    laa nabiyya ba'dahu
  6. Membaca shalawat :
    allaahumma shalli 'alaa syayyidinaa muhammadin
    wa 'alaa aalihii wa shahbihii 'ajma'iin
  7. Membaca ayat alqur'an yang mengajak bertaqwa kepada allah (biasanya khatib membaca ali imran ayat 102)
    fa-uushiikum wa nafsii bit taquullaah
    qaalallaahu ta'aala fiil qur'aanil kariim
    a'uudzubillaahi minasy syaithoonir rajiim
    yaa ayyuhal ladziina 'aamanuu
    ittaquullaaha haqqaa tuqaatihi
    wa laa tamuutunnaa illaa wa antum muslimuun
    wa qaalallahu ta'aalaa fil qur'aanil karim
    audzubillaahimina sy syaitoon nirrojiim ...

    Membaca ayat alqur'an yang lain sesuai dengan topik khutbah
    amma ba'du 
  8. Berwasiat untuk diri sendiri dan jamaah agar selalu dan meningkatkan taqwa kepada Allah SWT
  9. Mulai berkhutbah sesuai topiknya memanggil jamaah bisa dengan panggilan ayyuhal muslimun atau ma'asyiral muslimin rahimakumullah, atau sidang jum'at yang dirahmati allah.
  10. Menutup khutbah pertama dengan do'a untuk seluruh kaum muslimin dan muslimat
    barakallahu lii wa lakum fill qur'aanil azhiim
    wa nafa'nii wa iyyakum bima fiihimaa minal aayaati wa dzikril hakiim
    wa nafa'anaa bi hadii sayyidal mursaliin
    wa biqawlihiil qawiim aquulu qawli haadza
    wa astaghfirullaahal 'azhiim lii wa lakum
    wa lii syaa-iril mu'miniina wal mu'minaat
    wal muslimiina wal muslimaat min kulli dzanbii
    fastaghfiruuhuu innahuu huwas samii'ul 'aliim
    wa innahuu huwal ghafuurur rahiim
  11. Duduk sebentar (tuma'ninah) untuk memberi kesempatan jamaah jum'at untuk beristighfar dan membaca shalawat pelan-pelan
  12. Khutbah kedua aturannya persis sama dengan khutbah pertama semua urutan dari hamdalah, syahadat, shalawat, wasiat taqwa, ayat qur'an, dan do'a untuk seluruh orang muslim/muslimat dan mu'minin/mu'minat harus dipenuhi. Contoh bacaan yang berbeda pada khutbah kedua :
    alhamdulillah,
    alhamdulillaahi hamdan katsiiraan thayyiban mubaarakan fiihi
    kamaa yuhibbu rabbunaa wa yuriidhuu
    wa asyhadu an laa ilaaha illallaah wahdahu laa syariikalahu
    wa asyhadu annaa muhammadan 'abduhuu wa rasuuluhu
    shallallaahu 'alaihi wa 'alaa aalihii wa shahbihi wa sallam
    tasliiman katsiiran ilaa yaumid diin
    amma ba'du
    fattaquullaahu haqqut taqwaa kamaa amar
  13. Bacaan penutup wasiat khutbah kedua dan membaca ayat al qur'an yang menyuruh bershalawat (al ahzab 56)
    'ibaadallaah innallaaha amarakum bi amri bi da-aafiati binafsihi
    wa tsanii bimalaaikatihil musabbihati biqudsihi
    wa tsullatsaa bikum ayyuhal mu-minuuna min jannati wa insihi
    fa qaalallaahu qawlan kariiman
    innallaaha wa malaaikatahuu yushalluuuna 'alan nabii
    yaa ayyuhal ladziina 'aamanuu shalluu 'alaihi wa salliimu tasliimaa
    allaahumma shalli wa sallim wa baarik 'alaa 'abdukaa wa rusuulikaa muhammad
    wa aridhallaahumma 'an khulafaa-ur raasyidiin
    abi bakri wa 'umaara wa 'utsmaana wa 'alii
    wa 'an syaa-iril aali wash shahaabati ajma'iin
    wat taabi'iina wat taabi'it taabi'iina
    wa man tabi'ahum bi ihsaanin ilaa yaumid diin
    wa 'alaina ma'ahum birahmatika yaa arhamar raahimiin
  14. Membaca do'a
    allahummagh fir lil mu'miniina wal mu'minaat wal muslimiina wal muslimaat
    al-ahyaa-i minhum wal amwaat innakas samii'un qariibun mujiibud da'wat
    wa yaa qaadhiyal haajaat
    allahumma inna....

    baca do'a yang lain dan ditutup do'a
    rabbanaa aatinaa fid dun-yaa hasanah wa fill aakhiraati hasanah wa qinaa 'adzaaban naar
  15. Penutup khutbah kedua (bacaan ini didekritkan oleh khalifah umar bin abdul aziz harus dibaca karena pada masa itu khutbah jum'at sering digunakan untuk menyerang lawan politik oleh para khatib, diambil dari surat an nahl 90)
    'ibaadallah
    innallaaha ya-muruu bil 'adli wal ihsaan
    wa iitaa-i dzil qurbaa
    wa yanhaa 'anil fahsyaa-i wal munkari wal baghyi
    yaizhzhukum la'allakum tadzakkaruun
    fadzkurullaaha 'azhiimi wa yadzkurkum
    fastaghfirullaaha yastajib lakum
    wasykuruuhu 'alaa ni'matil latii
    wa ladzikrullaahu akbaru
    wa aqiimish shalah
  16. Iqamat untuk shalat jum'at

khotbah nikah

Senin, 04 Juni 2007 21:30 Arbi Al-Fayyadh
AddThis

Dianjurkan mengadakan khutbah seusai dilangsungkan akad nikah, khutbah inilah yang disebut khutbatul hajah yang redaksinya sebagai berikut: ”Segala puji milik Allah, kami memuji, memohon pertolongan dan ampunan  kepada-Nya kami berlindung kepada Allah dari segala keburukan kami dan dari segenap kesalahan perbuatan kami. Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah, maka tak seorangpun yang dapat menyesatkannya. Barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka tak seorangpun yang memberi petunjuk kepadanya. Aku bersaksi bahwa  tiada Ilah (yang patut diibadahi) kecuali Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.”
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu meninggal dunia melainkan dalam keadaan beragama Islam." (Ali Imran:102).
"Hai sekalian manusia bertakwalah kepada Robbimu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan darinya Allah menciptakan isterinya; dan dari keduanya Allah memperkembangbikkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya, kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahmi. Sesungguhnya, Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (An-Nisa’:1)
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya, Allah memperbaiki bagimu adalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapatkan kemenangan yang besar." (Al-Ahzaab:70-71).
Amma ba’du:
Sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah Kitabullah petunjuk yang paling baik adalah petunjuk dari Muhammad saw, dan perkara yang paling buruk adalah perkara yang diada-adakan. Setiap sesuatu yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan di nerakalah tempatnya (Takhrij hadits ini sudah pernah dimuat di pembahasan khutbah Jum’at).

Dianjurkan Mengucapkan Tahniah (Selamat) Untuk Sang Pengantin
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. apabila mengucapkan selamat kepada pengantin, yaitu beliau mengucapkan ”BAARAKALLAHU LAKUM WA BAARAKA’ALAIKUM WAJAMA’ABAINAKUMAA FII KHAIR (mudah-mudahan Allah melimpahkan barakah kepada kamu dan menurunkan kebahagiaan atasmu, dan mempertemukan kamu berdua dalam kebaikan).” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no:1546, Ibnu Majah I:614 no:1905, dan lafadz ini milik Ibnu         Majah, ’Aunul Ma’bud VI:166 no:2116 dan Tirmidzi II:276 no:1097, namun menurut riwayat Abu Daud dan Tirmidzi menggunakan kata KA untuk orang dua tunggal).
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 543 -- 545.